Perlindungan Pekerja Migran Harus Dilakukan Bersama -sama Antara Pemerintah dan Masyarakat

By Admin

nusakini.com-- Menteri Ketenagakerjaan RI (Menaker) M. Hanif Dhakiri menyampaikan bahwa saat ini Indonesia masih dihadapkan pada isu-isu serius terkait pekerja migran (migrant worker) Indonesia. Isu-isu tersebut berkutat mulai pra hingga paska penempatan pekerja migran.

Oleh karenanya, upaya perlindungan dalam arti perlindungan hak maupun perlindungan keselamatan harus menjadi concern bersama antara pemerintah, kelompok-kelompok masyarakat, dan masyarakat pada umumnya. 

"Dalam hal ini, sekali lagi pemerintah tidak dapat bekerja sendiri tanpa dukungan dari masyarakat dan sipil," ujar Menteri Hanif saat memberi sambutan dalam acara International Migrant Day 2016 di Hotel Aryadutha, Jakarta, Jumat (16/12/2016). 

Menurut Menaker, isu keterampilan memainkan peran penting dalam seluk beluk isu Ketenagakerjaan, tak terkecuali bagi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri. Rendahnya keterampilan ataupun kompetensi TKI akan menempatkan TKI pada posisi daya saing yang rendah. Rendahnya daya saing inilah yang menjadi salah satu penyebab TKI terserap pada pekerjaan di sektor informal dan domestik, yang mana masih menjadi sorotan dalam hal perlindungan. 

"Problem lain adalah karakter pekerjaan di masa yang akan datang. Dimana skill yang dimiliki oleh pekerja kita ini juga bisa memenuhi kebutuhan pasar kerja di masa-masa yang akan datang," lanjut Menaker. 

Selain persoalan keterampilan, dalam peringatan Hari Pekerja Migran Internasional Ke-21 tersebut Menaker memaparkan bahwa pemerintah masih terus berupaya memperbaiki peraturan perundang-undangan tentang tata kelola penempatan TKI ke luar negeri. Ke depan, logika penempatan tersebut akan dihapus dengan logika TKI merupakan subyek yang memiliki pilihan akan pekerjaan yang sesuai dengan keinginan dan kemampuannya. Terkait hal ini, ada 4 area yang akan disasar pemerintah dalam perbaikan tata kelola. 

Pertama, tahap rekrutmen. Dalam tahap rekrutmen tersebut hak-hak pekerja migran harus diperhatikan dengan adanya pilihan-pilihan proses bekerja di luar negeri baik secara langsung yang dilakukan sendiri maupun melalui perantara.  "Agar sistem rekrutmen ini mampu menempatkan TKI pd posisi yang nyaman," papar Menaker. 

Kedua, menekan biaya-biaya proses bekerja di luar negeri yang mampu membebani para calon pekerja migran. "Ini harus disiapkan skema-skema agar skema pembiayaan itu rendah. Bahkan nol sama sekali," ungkap Menaker. 

Ketiga, perlindungan yang universal (universal coverage). Konsep perlindungan pekerja migran kedepannya harus bisa mengkover seluruh aspek pemenuhan hak-hak pekerja migran sebagai bagian dari pemenuhan kesejahteraan, maupun dari segi keselamatan. Dimana perlindungan tersebut dimulai sejak dari proses kontrak kerja. 

Selain itu, konsep perlindungan ini juga membutuhkan informasi pasar kerja yang akurat. Oleh karenanya, saat pemerintah terus melakukan berbagai kerja sama dengan negara-negara tujuan, agar informasi pasar kerja sebagaimana dimaksud benar-benar mampu memberikan informasi yang detail dan akurat. 

"Karena migrasi berbasis HAM, maka yang diatur oleh negara adalah pilihan. Pilihan-pilihan bagi setiap warga yang ingin kerja migran (keluar negeri). Kuncinya adalah di pilihan-pilihan itu. Sehingga antara tanggung jawab dan beban yang harus dipikirkan buruh migran ini kan imbang," terangnya. 

Selanjutnya adalah persoalan remitansi. Menurut Menaker, biaya remitansi saat ini harus bisa ditekan lagi. 

"Terhadap dalam hal ini adalah chanelling dengan pihak keuangan. Ini tentu membutuhkan bukan hanya pikiran dan trobosan saja, tapi juga komitmen yang kuat dalam meningkatkan perlindungan buruh migran kita," pungkasnya. 

Hadir dalam acara ini Direktur PTKLN Kementerian Ketenagakerjaan RI Soes Hindharno, Kepala BNP2TKI Nusron Wahid, Direktur Migrant Care Anis Hidayah, dan Delegasi ILO Jakarta.(p/ab)